SEPATAH KATA DARI PENYAIR

Seorang ZA. Mathikha Dewa, tentulah tak terhindarkan dari kesalahan-kesalahan atau perbuatan-perbuatan yang dalam pandangan masyarakat sebagai sesuatu yang tidak baik. Dan kesalahan-kesalahan itu adalah manusiawi sifatnya.

ZA. Mathikha Dewa bukan Emha Ainun Nadjib, bukan Chairil Anwar, bukan WS. Rendra, ataupun tokoh-tokoh lain. ZA. Mathikha Dewa bukan figur yang bebas dari kesalahan.Namun seorang ZA. Mathikha Dewa pun memiliki 'idealisme' menurut pemahamannya sendiri.

ZA. Mathikha Dewa dalam kehidupan nyata, bukan seorang penyair. Tapi di sini, di dunia internet ini, ZA. Mathikha Dewa adalah seorang penyair. Yakni sebagai seorang penyair internet.

Jadi jangan bayangkan bahwa figur seorang ZA. Mathikha Dewa adalah sosok yang bebas dari dosa. Juga bukan figur yang sempurna bahkan sekedar mendekati kesempurnaan. Karena ZA. Mathikha Dewa menyadari bahwa masing-masing kita mendambakan figur. Dan apakah figur itu datang dari luar, atau bahkan diri kita sendiri, adalah hasil perjalanan rohani kita. Hasil dari 'kehidupan' kita masing-masing.

Namun seorang ZA. Mathikha Dewa, ingin senantiasa berjalan di atas 'idealisme'-nya. Meskipun dalam kehidupan nyata, ternyata bahwa apa yang dinamakan 'idealisme' tersebut sering berbenturan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Maka lewat media ini, ZA. Mathikha Dewa mewujudkan 'mimpi' idealismenya.

Kiranya sepatah kata ini, dapat menjadi tanggung jawab moril ZA. Mathikha Dewa kepada siapapun yang 'melihat' sosok ZA. Mathikha Dewa di sini. Supaya tidak ada lagi tanggung jawab-tanggung jawab lain yang dituntut kepada seorang ZA. Mathikha Dewa. Baik itu tanggung jawab 'pemikiran' yang muncul dari Anda, tanggung jawab 'penilaian' dari Anda, (misalnya melihat ZA. Mathikha Dewa dalam keseharian ada yang dianggap 'menyimpang' dari syairnya), maupun juga tanggung jawab 'keakhiratan' kelak yang akan kita hadapi.

ZA. Mathikha Dewa adalah semata 'penyair internet' yang dalam kehidupan nyata ingin bebas merasakan kehidupan seorang manusia biasa. Kehidupan sebagai obyek. Kehidupan sebagai bagian dari massa. ZA. Mathikha Dewa tidak ingin jadi 'figur' dalam kehidupan nyata. Dan ZA. Mathikha Dewa tidak mempunyai 'penyatuan' dengan syair-syairnya. Inilah 'dualisme' yang ZA. Mathikha Dewa jalani dalam kehidupan, agar kegiatan-kegiatan ZA. Mathikha Dewa dalam kehidupan nyata itu terlepas dari 'fanatisme' syair yang pernah dibuatnya. Tetapi 'dualisme' ini bukanlah suatu sikap 'kemunafikan' dari ZA. Mathikha Dewa. Karena seperti yang telah disebutkan di atas, seorang ZA. Mathikha Dewa pun tak terlepas dari dosa dan kesalahan sebagai seorang manusia. Inilah 'dualisme' antara hidup sebagai seorang 'penyair' dan sebagai 'bukan penyair'. Bahwa kepenyairan ini berangkat dari keprihatinan terhadap apa yang terjadi di sekitar penyair. Juga dari perjalanan - perjalanan batin penyair itu sendiri.

Semoga rasa 'takut' seorang ZA. Mathikha Dewa ini menjadi pemahaman dari Anda sekalian dan dapat dimaklumi. Karena di sini ZA. Mathikha Dewa sekedar mencoba mewakili diri sendiri.

Kini lepaslah tanggung jawab moral ZA. Mathikha Dewa kepada Anda.

September 1998
Penyair Internet