tidakkah
kau lihat
warna darah yang kian merah
menetes panas membakar hati
itulah dendamku
amarahku
dari bekas cakar harimaumu
kini jangan lagi berdalih
atau coba runtuhkan idealisme
mestinya kau takut bicara
melihat ribuan kecewa mencaci maki
inginkan kau bicara
lewat nurani
dari bekas cakar harimaumu
itulah dendamku
amarahku
menetes panas membakar hati
ketika cinta kau balas
ternyata itu tikaman dari belakang
begitu pengecutnya kamu
ataukah memang sekerdil itu?
kau siapa
aku siapa
belumkah kau pahami
aku hanya ajari kamu hidup
dan belajar kenal diri sendiri
siapa aku
siapa kamu
hentikan omong besarmu!
aku ini penghianat
raja penipu
tapi aku pahlawan bagi mereka
untuk melawan kamu
dan kini
kukembalikan janjimu
kenapa kau khianati aku?
padahal aku senantiasa di pihakmu
agar kau bisa lakukan apa maumu
bicaralah semaumu
kan kulakukan pembalasan
sampai kau mengerti
kau penghianat
karena kami muak atas sikapmu
inikah balasanmu
atas kebaikan-kebaikanku?
jangan kau gunakan istilah kebaikan
bercerminlah pada mereka
agar kau mengerti
apa yang sebenarnya
telah kau lakukan
juga yang telah mereka lakukan
cepat bagai kilat
lantas kau pun tertegun cemas
warna merah yang kau ucap
bukan lagi sekedar amarah dan dendam
tapi kini telah bercampur ketakutan
padalah bukan kemauanku
namun akibat sikapmu
HUH..
aku tak ingin bicara
ternyata kau bicara
tak gunakan pikiran
lantas anggap diri paling benar
semoga ucapanmu benar
namun biarkan kenyataan bicara jujur
dan kita pun tetap saling menghianati
hingga tiba datangnya perubahan
dan kita saling membuka diri
bicara lewat hati nurani
yang kutahu
aku tetap tegar
dari kekalahan
dan tak kan lupa diri
dengan kemenangan
seperti juga mereka
yang di luar kita
Jayapura, 12 Mei 1994
Back to:
Index
Karya 1989-95
|